Selasa, 20 Februari 2018

Paradance ke-19




Paradance ke-19 akan digelar pada 25 februari 2018 mulai jam 19:45 WIB. Kali ini ada 8 koreografer yang mempresentasikan karya mereka. Mereka adalah :

Antha Albietwo (Kalimantan Barat)

Dalam rentang waktu 2004 sampai 2016 aktif sebagai penari dalam beberapa karya baik di dalam maupun di luar negri diantaranya,
Menjadi salah satu penari dalam karya "Cekrek" karya Joko Sudibyo, ditampilkan sebagai salah satu nomor dalam stage "Emerging Choreographers" di Indonesia Dance Festival di Jakarta, 2010. Sebagai penari dalam drama musikal "Laskar Dagelang" di Taman Ismail Marzuki Jakarta 2011. Tergabung dalam program Hibah Seni bersama tim Institut Seni Indonesia Yogyakarta ke Srilanka, 2011. Juga menjadi penari dalam konser Jogja Hiphop Foundation Noumea and Sydney Tour 2016.
Antha juga mencipta beberapa karya tari yang pernah ia tampilkan di beberapa kesempatan seperti : Pekan Seni Budaya Dayak Kalimantan di Yogyakarta, Festival Kesenian Indonesia di Taman Budaya Surakarta, Jogja International Street Performance, Sepatu Menari Spectacular, Festival Asia Tri, dan juga pertunjukan yang ia kreasikan sendiri.

Densiel Lebang (Makassar)

Perempuan berumur 22 tahun ini baru saja lulus dari jurusan tari di Institut Kesenian Jakarta. Densiel Prismayanti Lebang aktif bekerja sama dengan beberapa korografer seperti Sardhono W. Kusumo, Hartati, Maria Bernadeth, Yola Yulfianti, dan lain lain. Selain itu, Densiel atau lebih akrab disapa Enci, sering berkolaborasi dengan seniman-seniman lintas disipliner. Dia juga tercatat sebagai salah satu Founder dan Art Director di EE – Production, di mana di dalamnya berisi generasi muda yang mempunyai semangat tinggi untuk terus berkarya. Baru-baru ini dia menerima hibah seni inovatif Yayasan Kelola dengan karyanya yang berjudul #NEEDMOREINTERACTION.

Ferry C Nugroho (Malang)

Lahir di Jember, 1 Pebruari 1990. Saat ini sedang menempuh studi di Program Studi Penciptaan Seni Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta. Mengawali proses berkesenian di Malang semenjak awal masuk kuliah di Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik Universitas Negeri Malang. Mendirikan “Obah Dance Laboratory” sejak tahun 2014 hingga saat ini, memiliki program-program yang bertujuan untuk mengembangkan potensi seniman muda di Kota Malang. Tahun 2016 Ferry terpilih untuk mengikuti workshop riset artistik Indonesia Dance Festival di Malang, Sasikirana Dance Camp di NuArt Sculpture Park Bandung dan menjadi salah satu peserta Pengiriman Pegiat Budaya ke Selandia Baru oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Karya yang sudah pernah dipentaskan antara lain “Payung Rindu” (2013), “Bising” (2013 & 2014), “Awal”(2014), “Ayah” (2015), “Hasut” (2016), “Me(thod)”(2017), “Nirmala”(2017) dan “Jerat” (2017). Karya-karyanya tidak hanya dipentaskan di kota Malang saja, ada beberapa karya yang dipentaskan di Surakarta, Yogyakarta, dan Sumenep.
Di Malang, ia juga menginisiasi sebuah event/platform pertunjukan tari bagi pegiat pertunjukan di Malang dan sekitarnya bernama "Pentas Woles" yang sudah terselenggara 4 kali sejak 2013.

Greatsia Y Yunga (Halmahera Barat)

Lahir di Worat-Warit, 18 September 1995, berasal dari desa Worat-Worat, kecamatan Sahu, kabupaten Halmahera Barat, provinsi Maluku Utara. Pengalaman berkesiniannya antara lain:Mengikuti festival di Malaysia tahun 2013, Indonesia Dance Festival (IDF) 2014, TPAM di Yokohama Jepang 2015, Tour Asia, Europa dan Australia tahun 2015 - 2017, dan sebagai salah satu perwakilan Indonesia di Europalia Festival di Belgia 2017.

Hangga Uka (Jogja)

Pria kelahiran Yogjakarta ini mengawali dunia tari dari besik tradisi dan tergabung dalam organisasi tari klasik suryo Kencono . Di tahun 2017 mendapatkan kesempatan untuk residensi Seniman Pasca terampil di PSBK. Hangga Uka berkolaborasi dengan seniman teater, senirupa, dan lighting desainer menciptakan karya berjudul "Sampai Hari Ini " dan dipentaskan di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta. Di bulan Juli 2017 Hangga mementaskan karya interdisiplin dalam acara jagongan wagen PSBK dengan judul karya "Dara Pati".
Selain membuat karya pertunjukan Hangga UKA juga menciptakan karya seni rupa dan pada bulan Oktober menyelenggarakan pameran Seni rupa Tumbuh bersama PSBK dan seniman SPT berjudul "Aliansi Aku/Kamu/dia/Mereka" Dan di bulan April dengan judul "Maya X Nyata".
Bulan Desember kemarin Hangga Uka di beri kesempatan merespon karya instalasi senirupa karya Takusno berjudul "Matinya Seekor Harimau" dalam gelaran Bienale Jogja bersama Ari Dwiyanto & Jamaluddin Latif. Ia juga pernah berkesempatan mengikuti festival adat di Kutai Kartanegara, Lampung dan Bali.

Muhammad Yusuf (Pemalang)

Pengalaman ketubuhan yang didapat sebagai seorang penari Lengger sejak SMK, dan memang sedari masa SD sudah mencintai kesenian tradisional khusunya pesisiran kulon (Banyumas, Purbalingga, Pemalang, dll). Latar belakang pendidikan seni sejak SMK dengan mengambil jurusan tari lulus tahun 2013, kemudian studi S1 di ISI Surakarta lulus tahun 2017, dan saat ini sedang mengambil program magister penciptaan seni tari di ISI Surakarta. Selain mencipta karya untuk tugas akhir kuliahnya, ia juga tampil di beberapa acara seperti : International Rain Festival 2015, Gelar Karya Koreografer Muda Taman Budaya Jawa Tengah 2016, Tidak Sekedar Tari 2016.

Widi Clepret (Jogja)

Widi Pramono, Lahir di Gunung Kidul 4 Juni 1996. Widi aktif dalam berkesenian semenjak masuk SMK 1 Kasihan Bantul, yang merupakan sekolah kejuruan seni di Yogyakarta. Widi mulai berkecimpung dalam dunia seni profesional semenjak duduk di kelas III SMK. Widi sangat lekat dengan ketubuhan tradisi Yogyakarta dalam setiap jejak eksperimen tubuhnya. Dia juga merupakan pendiri acara KOSAKATA TUBUH merupakan wadah para penari tunggal untuk mengekpresikan karya mereka yang non-konfensional. Widi pernah terlibat sebagai penari dari beberapa koreografer ternama, seperti : Martinus Miroto, Didik Nini Thowok , Anter Asmorotejo, Setyastuti dan Y Subowo sejak 2015-2017.

Yurika Meilani (Banjarnegara)

Dalam berproses dan menjalani ketubuhannya dalam berkarya Yurika sadar betul kalo ketubuhannya memiliki kekurangan dalam berbagai teknik kepenarian. Alhasil Yurika menjadikan itu sebagai motivator penyemangat dia untuk mengembangkan sudut pandang lain akan sebuah proses karya tari.
Karya-karya yang pernah digarapnya antara lain: Amerta (2014 dan 2015), Rupa Loro (2015), Batir (2015), Panguripan (2016), WA (2016), Lesbi (2016), sel (2017), Rambu Rambut ( 2017), Hair Speech (2017)


Paradance diselenggarakan sebagai sebuah ruang terbuka unjuk karya bagi para pencipta karya pertunjukan berbasis gerak tubuh. DIselenggarakan setiap bulan genap sejak 2014. Jika Anda berkenan mendukung kegiatan nirlaba ini, silakan memencet menu DONASI di bar atas blog ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar